01 Februari 2011

Getah Ini Mengganggu Saya

 “Andai ku Gayus Tambunan…yang bisa pergi ke Bali...”
Ya, inilah sepenggal lirik lagu yang menceritakan kejealousan seorang mantan napi kepada Gayus Tambunan atas kuasanya melacurkan hukum di negeri ini.
Kasus Gayus Tambunan memang menggoyang Indonesia dengan hebat dewasa ini. Masyarakat dibuat geram atas penggelapan pajak dan serentetan tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh oknum yang satu ini. Tidak hanya Negara yang dirugikan akibat uang yang ditilep, kasus Gayus kontan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Keuangan pada umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak pada khususnya dan berujung timbulnya gerakan "ga mau bayar pajak".

.:.  Loh, trus apa bedanya bahasan kali ini dengan apa yang dibahas di Koran atau media massa lainnya?

Sip! Memang bukan ini yang ingin saya kicaukan, melainkan efek lain dari kasus Gayus yang saya rasakan langsung sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi yang notabene sama dengan Perguruan Tinggi mantan pegawai DJP tersebut (Gayus T. blue), yaitu STAN – Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Kasus Pertama : Di suatu pagi yang cerah di Bondowoso bottom (kampoeng halaman saya di Jawa Timur), saya berangkat ke eks SMA saya buat ngejalankan tugas Organda (Organisasi Daerah). Tidak ada yang salah dengan tugas itu, yang menjadi masalah adalah beberapa mantan guru saya menyapa saya dengan sebutan Gayus,.Bercanda? boleh lah, tetapi hal itu cukup mengganggu untuk ukuran kaum terpelajar selevel "Guru". 
Kasus kedua : Sering saya jumpai teman - teman yang lawas saya yang selalu menggunakan kata Gayus untuk menyapa saya melalui fasilitas chat di salah satu jejaring social walaupun mereka tau bahwa saya sendiri belum selametan untuk ganti nama. (penting g sih?)
Kasus Ketiga : “enak ya, masuk STAN, kerja di Kementerian Keuangan, lahan basah, cepet kaya dalam semalam” – ini kesan yang saya tangkap dari banyak diskusi yang saya alami baik dengan teman – teman maupun orang-orang dekat. (cepet kaya dalam semalam?emang kita babi ngepet?)

Memang sudah menjadi suatu kesadaran bagi kami (mahasiswa STAN.blue) untuk mendapat sorotan negatif dari orang – orang sekitar kami terkait dengan ulah oknum tersebut. Namun hal yang saya sesalkan adalah mengapa semua orang yang bekerja di Kementerian Keuangan maupun orang – orang yang digembleng dan dipersiapkan  bekerja di Kementerian Keuangan seperti kami disamaratakan dengan oknum tersebut? Apa alasan yang mendasari munculnya pemikiran tersebut? Jujur saya katakan bahwa tidak ada system maupun pelajaran yang saya terima di STAN yang mendidik dan/atau mengarahkan saya menjadi seorang koruptor. Sepengetahuan saya, kami justru dididik untuk melindungi kepentingan rakyat, yakni untuk melakukan pengelolaan keuangan Negara yang ternyata amat sangat super ribet banget dah… Di kampus kebanggan saya, jangankan mau mencontek (korupsi kecil) buang sampah sembarangan aja masih mikir-mikir (membuang sampah sembarangan itu tindakan melanggar aturan,melanggar integritas lebih tepatnya)
.:. Trus, kalo system dan pelajaran udah bagus, knapa masih ada kasus Gayus? Naaaah..,di sinilah letak kekurangan kami. Sampai saat ini kami belum bisa menemukan alat atau mesin yang dapat menghilangkan hawa nafsu manusia terhadap uang kecuali pembinaan keimanan dan ketaqwaan dari manusia itu sendiri.
Saya pun berandai – andai, seandainya orang yang berteriak lantang mencemooh kami tersebut dihadapkan pada godaan uang, apakah mereka bisa menjamin untuk tidak korupsi lebih banyak daripada Bung Gayus? ( Inget kata Bang Napi, ”Kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan,..Waspadalah...Waspadalah…!”).
Semoga kicauan ini sedikit banyak mengubah pola pikir pengkicau (mekso) maupun pembaca untuk tidak selalu mencemooh sak enake udelle dhewe (baca : sesuka hati) melainkan harus dipikir dan dianalisa terlebih dahulu agar tau bagaimana cara memperbaiki kesalahan-kesalahan sejenis di masa depan.

2 komentar:

Lurus Basuki Arch mengatakan...

naaaaah,,brarti sekarang PR mu adalah,bagaimana pendapat "tidak penting" itu dihapus di otak2 masyarakat kita,,

buat Indonesia lebih baik bung,saya percaya anda bisa :D

Kukuh Anugrah Yunansyah mengatakan...

Insyaallah Gan..semoga Gayus menjadi pelajaran berharga bagi kami...

Posting Komentar